Jangan terpesona oleh terangnya sebuah masaSebab bisa jadi di dalamnya mengandung kerusakan-kerusakan ~anonimWaktu Arab al-waqt adalah penanda sebuah masa. Dalam surat An-Nisa ayat 103 Allah SWT berfirman; Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman“. Maksudnya, kewajibannya telah ditentukan dalam waktu-waktu sufi mengibaratkan waktu sebagai sebuah pedang. Sebagaimana pedang yang dapat memotong sesuatu, maka waktu bila tak mampu “dimenej” dengan baik dapat melewatkan seseorang dari kebenaran dan sebuah riwayat, imam Syafii berkataSelama aku bersahabat dengan para sufi, aku tidak mendapatkan kemanfaatan yang sangat utama kecuali dua kalimat dari mereka. Aku mendengar mereka mengatakan bahwa waktu ibarat pedang. Jika kau tidak mampu “memenej”nya, ia akan membunuhmu. Oleh karenanya, sibukkanlah dirimu dengan kebenaran dan al-Haq, bila tidak, kau akan disibukkan dengan kebatilan.”Dalam memandang sebuah masa atau waktu, para sufi terbagi menjadi empat kelompok. Pertama, ashab assawabiq. Mereka yang hatinya dipenuhi dengan dan bersama Allah. Mereka meyakini bahwa dalam segala hal yang telah ditetapkan di zaman azali tidak bisa berubah. Oleh karenanya, mereka menyibukkan diri dengan ibadah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Tidak begitu memperdulikan sedang berada di sebuah masa apa ashab al-awaqib, mereka adalah orang-orang yang selalu memikirkan akhir hayatnya. Mereka berpedoman bahwa segala sesuatu akan dilihat di akhirnya. Apakah khusnul khatimah atau justru sebaliknya. Senandung syair menyiratkan pemahaman kelompok iniJangan terpesona oleh terangnya sebuah masaSebab bisa jadi di dalamnya mengandung kerusakan-kerusakanoleh karenya, bagi ashab al-awaqib, akhir sebuah perjalanan hidup seseorang tidak ada yang tahu. Teruslah berbuat kau merasa heran kepada orang-orang yang rusak dan hancur serta menanyakan bagaimana mereka rusak? Sebaliknya, kagumlah kepada orang yang selamat bagaimana mereka memperoleh keselamatan? Ketiga, ashab al-waqt, mereka tidak menyibukkan diri dengan waktu azali sebagaimana kelompok “sawabiq” dan juga masa yang akan datang seperti kelompok “awaqib”. Mereka memfokuskan diri dengan menjaga waktu yang sedang dijalaninya. Mereka berkata, “seorang al-arif yang telah makrifat adalah anak zamannya. Bukan masa lalu maupun masa ashab al-haq, mereka menghabiskan waktu bersama pemilik waktu dan pemilik kebenaran. Mereka tidak mempedulikan waktu. Mereka hanya mau menyibukkan diri dengan di sebuah pagi Imam Junaid al-Baghdadi berjumpa dengan sahabat sufi lainnya, Sari As-Saqathi. Junaid bertanya, “bagaimana kabar di pagi harimu?”. As-Sari menjawab, “bagiku, tidak ada kabar kebahagiaan baik di malam hari maupun di pagi hari. Aku tidak mempedulikan panjang maupun pendeknya sebuah malam.” Ia melanjutkan, “jika engkau sudah bersama Tuhanmu, maka kau tak akan merasakan adanya siang maupun keempat ini menunjukkan bahwa ketidakpedulian mereka terhadap waktu sebab mereka bersama sang “pemilik waktu”.Lalu, bagaimana dengan kita, dari keempat kelompok ini, termasuk yang manakah? Atau tidak termasuk sama sekali?Wallahu A’lam bi as-Shawab
Denganhati yang masih terluka, Rumi mulai melakukan tarian memutar selama tiga hari tiga malam. Rumi menangis dan meratap, mengeluarkan segala kesedihannya. Selama sepuluh tahun Rumi menuangkan cintanya berupa syair dan music bernuansa kesedihan dan kematian. Melalui tarian itu, Rumi mendekatkan diri kepada Allah, memahami bahwa manusia
Seiring berjalannya waktu, agama Islam kian berkembang pesat dari berbagai aspeknya dan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Sehingga mengundang berbondong-bondong manusia untuk memeluknya. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan agama Islam dapat diterima oleh manusia dari berbagai kalangan tanpa memandang ras, suku, budaya tertentu. Salah satu yang menyebabkan Islam banyak diterima adalah faktor kesenian, seperti musik, sastra, kaligrafi dan lainnya yang memberi sumbangsih sangat besar terhadap perkembangan dan kemajuan agama Islam. Hal itu terlihat dengan adanya karya-karya monumental peninggalan-peninggalan para seniman, dan budayawan muslim yang masih dapat kita lihat dan nikmati hingga sekarang ini. Kata syair berasal dari bahasa Arab “syu’ur” yang berarti perasaan. Menurut KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia, syair adalah puisi lama yang tiap bait terdiri atas empat larik baris yang berakhir dengan bunyi yang sama. Syair dalam lintasan sejarah sastra Arab, memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem sosial budaya bangsa Arab. Tradisi bersyair di kalangan masyarakat Arab, diduga telah ada, jauh sebelum agama Islam lahir. Syair tertua diperkirakan berasal dari zaman Jahiliyah, sekitar dua abad sebelum Hijriyah, yang disebut saat ini dengan istilah syair Jahili. Pada masa Jahiliyah syair menempati posisi penting di kalangan masyarakat Arab. Untuk itu penyair memperoleh penghormatan dari masyarakat lebih dari seorang orator. Pada masa itu biasanya syair dibacakan di tengah khalayak, pada tempat-tempat tertentu seperti pasar. Pasar syair yang paling terkenal saat itu adalah suqukkazh. Syair yang paling bagus, mendapat penghargaan dengan digantung di atas Kabah, dan mendapat gelar al-mu’allaqat. Jenis-Jenis Syair Syair dibagi menjadi beberapa jenis, yakni Pertama, syair agama. Syair ini dikenal di Indonesia seiring masuknya agama Islam. Syair agama biasanya berisi ajaran sufi, ajaran Islam, cerita nabi, dan nasihat. Pada umumnya, syair agama digunakan sebagai bagian dari dakwah di zaman dahulu atau menjadi media bagi para pendakwah menyampaikan ajaran Islam. Kedua, syair kiasan. Kunci utama yang ada di dalam syair ini adalah kiasan. Kiasan yang digunakan pada syair ini umumnya digunakan sebagai sindiran atas peristiwa atau kejadian tertentu. Kiasan yang digunakan biasanya memakai perandaian objek tertentu seperti hewan, bunga, atau buah. Ketiga, syair panji. Jenis syair yang satu ini biasanya bercerita tentang keadaan, peristiwa dan orang-orang yang dalam istana. Keempat, syair romantis. Syair romantis merupakan syair yang berisi kisah-kisah percintaan dan kasih saying. Di sisi lain ia juga dapat merupakan kisah cerita rakyat atau hikayat. Kelima, syair sejarah. Syair sejarah dibuat berdasarkan dari sebuah peristiwa tertentu, tokoh, atau tempat-tempat yang mengandung sejarah yang dalam. Keenam, syair kehidupan. Syair kehidupan merupakan jenis syair yang berbicara tentang kehidupan. Kehidupan sendiri memiliki makna yang cukup luas seperti bicara tentang kegundahan akan hidup, tentang Yang Maha Kuasa, tentang ilmu hidup dan juga bicara tentang kesenangan hidup. Ketujuh, syair jenaka. Syair jenaka biasanya berisi tentang segala sesuatu hal yang sifatnya sebagai hiburan atau upaya untuk membuat hati yang gundah menjadi ceria. Pada masa khilafah Abbasiyah, muncul untuk pertama kalinya corak syair Arab baru yang dinamakan dengan al-syi’r al-wujdani syair spiritual. Syair dengan jenis seperti ini merupakan ciri khusus penyair sufi. Syair sufi pada dasarnya adalah bagian daripada syair religi Islam yang bersifat mistik. Karena lebih banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek batin dibanding logika, Jadi syair sufi sesungguhnya adalah gabungan antara mistik dan filsafat. Muhammad al-Mun’im Khafaji membagi masa perjalanan dan perkembangan syair sufi ke dalam lima fase, yaitu Fase Pertama Fase awal sejarah perkembangan syair sufi dimulai pada kisaran tahun antara 100-200 H, sepanjang abad kedua Hijriyah, pada masa khilafah Bani Abbasiyah. Syair sufi pada periode ini masih terhitung sedikit, hanya terdiri dari beberapa bait saja. Di antara penyair sufi yang hidup pada masa tersebut adalah Rabi’ah al-Adawiyah 185H Fase Kedua Fase kedua merupakan fase sekitar dua abad dari abad ke-3 hingga abad ke-4 Hijriyah. Pada periode ini syair sufi mulai mengalami perkembangan dan kemajuan. Di antara penyair sufi masa ini adalah Abu Turab Askari ibnu al-Husain al-Nakhsyabi 245 H, Abu Hamzah al-Khurasani W. 290 H, al-Mutanabi, Syarif Ridha dan lainnya. Fase Ketiga Fase ketiga perkembangan syair sufi berkisar antara tahun 400-600 H. Kurang lebih dua abad lamanya. Pada fase ini sastra sufi didominasi oleh corak cinta Ilahi, pujian bagi Rasul, kerinduan pada tempat-tempat yang disucikan, dan ajakan kepada keutamaan ajaran Islam. Pada masa inilah mulai berkembangnya sastra sufi Persia, dan munculnya penyair-penyair besar Arab seperti al-Ma’ari dan Mihyar. Adapun penyair sufi yang ada pada masa ini di antaranya adalah al-Sahrawardi al-Syami 586 H, al-Rifâ’I 587 H, Abd al-Qadir al-Jîlani Fase Keempat Perkembangan syair sufi Arab-Islam sekitar abad ke-7 Hijriyah. Pada fase inilah syair sufi berada pada puncak kejayaannya. Penyair-penyair besar masa ini di antaranya adalah Ibnu al-Faridh 632 H, Jalaluddin al-Rumi, Muhyidin Ibnu Arabi 638 H/1240 M al-Bushairi 690 H/1290 M, Ibnu Atha’illah al-Iskandari 707 H, dan lainnya. Fase Kelima Fase kelima dari perkembangan syair sufi dimulai dari abad ke-8 Hijriyah hingga sekarang. Tokoh penyair sufi yang terkenal adalah al-Sya’rani 898-973 H, al-Nabalsi 1143 H, dan lainnya. Meskipun dari segi bentuk syair sufi tidak berbeda dengan syair lainnya, namun dari segi kandungan ada beberapa karakteristik tersendiri yang dimiliki oleh syair sufi. Syair Abu Nawas Berikut adalah contoh kutipan syair ciptaan tokoh kocak Abu Nawas, salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik, yang berjudul Al-I’tiraf Sebuah Pengakuan Tuhanku, hamba tidaklah pantas menjadi penghuni surga Firdaus. Namun, hamba juga tidak kuat menahan panas api neraka. Maka perkenankanlah hamba bertobat dan ampunilah dosa-dosa hamba. Karena sesungguhnya Engkau Pengampun dosa-dosa besar. Kutipan dua bait syair di atas tentu sudah sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia terutama kaum tradisionalis Islam. Beberapa saat menjelang shalat Magrib atau Subuh, jemaah di masjid-masjid atau musala di pedesaan biasanya mendendangkan syair tersebut dengan syahdu sebagai puji-pujian. Isi syair al-i’tiraf menggambarkan seorang hamba yang mendamba-dambakan surge. Namun ia sadar akan ketidakpantasan dirinya untuk mendapatkannya sebab begitu banyak dosa dan hina yang melumuri dirinya. Akan tetapi, ia juga sangat takut akan panasnya api neraka. Kemudian ia teringat bahwa Tuhannya adalah Sang Maha Pengampun. Maka berdoalah ia seraya memohon ampun atas segala dosa-dosanya. Penyunting M. Bukhari Muslim
Bacajuga: Kisah Bijak Para Sufi: Nelayan dan Jin. Berpuluh-puluh menit berlalu, dan akhirnya darwis itu menengadahkan kepalanya yang sejak tadi tunduk merenung. Katanya, "Raja harus menantikan 'saat pewahyuan'." Jawaban itu mengherankan Raja, sebab, bagaimanapun juga, manakala ia ingin mengetahui sesuatu ia merasa memiliki hak untuk diberitahu
Imam Syafi’i selama hidupnya membagi waktu malamnya menjadi tiga, yaitu sepertiga untuk menulis kitab, sepertiga untuk shalat malam, dan sepertiga untuk istirahat. Rabi’ bin Sulaiman, salah satu murid Imam Syafi’i yang sering menginap di rumah gurunya itu mengatakan, “Aku tak pernah melihat Imam Syafi’i di rumahnya kecuali ia sangat sedikit tidur di malam hari.” Murid Imam Syafi’i yang lain, Husain al-Karabisi, mengatakan “Aku tinggal bersama Imam Syafi’i selama 80 malam. Aku melihat Imam Syafi’i shalat selama sepertiga dalam shalatnya Imam Syafi’i tak pernah membaca ayat Al-Qur’an kurang dari 50 ayat, terkadang beliau membaca seratus ayat. Ia selalu berdoa untuk kebaikan seluruh umat Islam ketika membaca ayat yang berkenaan dengan rahmat Allah dan ia juga berdoa untuk keselamatan seluruh umat Islam ketika membaca ayat yang berkenaan dengan adzab.” Khusus pada bulan Ramadhan, Imam Syafi’i memiliki sebuah pekerjaan ibadah yang sangat luar biasa. Rabi’ bin Sulaiman menceritakan, “Setiap datang bulan Ramadhan, Imam Syafi’i menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an. Biasanya Imam Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an satu kali dalam satu malam, khusus bulan Ramadhan Imam Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari satu kali di siang hari dan satu kali di malam hari. Dalam satu bulan Ramadhan Imam Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak 60 kali khataman.” Suatu ketika di waktu sahur, beberapa ulama kota Kairo bertamu kepada Imam Syafi’i untuk mendiskusikan sebuah permasalahan pelik dalam ilmu fiqih. Ketika mereka masuk ke dalam rumah Imam Syafi’i, maka mereka melihat Imam Syafi’i sedang membaca Al-Qur’an. Lantas setelah mereka selesai berdiskusi mengenai permasalahan di dalam ilmu fiqih, Imam Syafi’i pun menegur mereka dengan halus, “Pada waktu sahur apakah kalian lebih mementingkan mempelajari ilmu fiqih daripada membaca Al-Qur’an? Sungguh aku shalat malam dan tak henti-hentinya aku meletakkan Al-Qur’an di hadapanku hingga datang waktu shubuh. Barang siapa yang mempelajari Al-Qur’an maka agung derajatnya dan barang siapa mempelajari ilmu fiqih maka mulia derajatnya” Al-Baihaqi, Manaqib asy-Syafi’i, Darul Kutub al-Islamiyyah, 2011. Pada suatu momentum Ramadhan, di tengah-tengah pengajian yang diampu oleh Imam Syafi’i datanglah seorang pemuda dengan membawa secarik kertas. Rabi’ bin Sulaiman selaku murid terdekat Imam Syafi’i pun menyodorkan secarik kertas sang pemuda tersebut kepada Imam Syafi’i. Di dalam kertas tersebut tertulis sebuah syair سل العالم المكي هل من تزاور وضمة مشتاق الفؤاد جناح “Bertanyalah kepada seorang alim dari kota Makkah, Apakah berdosa dua orang yang saling bertemu dan keduanya mengumpulkan segenap kerinduan di hatinya’.” Maka, Imam Syafi’i pun menulis sebuah jawaban atas syair pemuda tersebut معاذ الله أن يذهب التقى تلاصق أكباد بهن جراح “Aku berlindung kepada Allah dari hilangnya ketakwaan, berdempetannya hati badan di antara mereka adalah sebuah dosa.” Melihat jawaban Imam Syafi’i tersebut, Rabi’ bin Sulaiman pun merasa kebingungan apa yang terjadi di antara Imam Syafi’i dan pemuda tersebut. Rabi’ bin Sulaiman pun menanyakan kepada Imam Syafi’i akan maksud dari pertanyaan pemuda tersebut serta jawaban Imam Syafi’i. Imam Syafi’i pun menjawab, “Wahai Rabi’, pemuda itu adalah seseorang yang bernasab mulia, ia baru saja melangsungkan pernikahan di bulan Ramadhan ini dan ia menanyakan kepadaku, Bolehkah mencium atau menyentuh istrinya tanpa melakukan hubungan intim selama ia berpuasa?’ Maka aku pun memberikan jawaban seperti itu”. Rabi’ bin Sulaiman pun menanyakan ketepatan jawaban Imam Syafi’i kepada pemuda tersebut dan pemuda tersebut membenarkan seluruh jawaban Imam Syafi’i Abu Nuaim al-Ashfahani, Hilyatul Auliya’wa Thabaqat al-Ashfiya’, Darul Kutub al-Ilmiyyah, 2010. Muhammad Tholhah al Fayyadl, mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir, alumnus Pondok Pesantren Lirboyo
DownloadSyair Gelora Rindu Seorang Sufi apk 3.0.3 for Android. Gelora desbordamiento Rindu Un poema sufí
- Advertisement - Foto/Ilustrasi/Unsplash Penulis Richa Ardelila Hutabarat Mari berbicara tentang cinta, barangkali jika tidak ada cinta, manusia tidak bakal hadir dan mendiami alam semesta ini. Ia ada dan wujud tidak lain karena hasil “racikan” cinta. Cinta begitu sublim, begitu suci dan alami, sehingga begitu ia datang dalam jiwa, yang tampak kemudian adalah keindahan, kedekatan, dan kebahagiaan. Tidak ada lagi jurang pemisah, yang ada hanyalah kedekatan yang begitu dekat, sedekat bunga dengan kelopaknya, sedekat daun dengan tangkainya. Bahkan sedekat lebah dengan madunya atau mungkin lebih dekat dari itu. Syaikh Abdullah Ath-Thanthawi berujar, “Cinta, acapkali ketika kata ini disebut, jiwa manusia pun bergetar, terbuai oleh perasaan indah nan mulia. Seakan tersiram oleh keindahan cinta yang berbaur dengan keharuman minyak Yasmin. Orang yang dimabuk cinta seakan tak puas bila tak bermandikan air hujan nan bersih-suci, disiram oleh tangan kasih penulis. Dan, ia pun seakan terbang nan jauh di sana. Menerobos hujan yang tenang, melambai gemulai, indah, dan bersiramkan wewangian misik. Ia menghimpun orang yang dicintai ke arena keharuman wewangian, membawanya mengelilingi harumnya mawar. Manis dan begitu indah”. Apa dan bagaimana sesungguhnya cinta itu? Bagaimana perspektif para sufi tentang hal ini? Nah, cinta menurut paradigma para sufi lebih dikenal dengan istilah mahabbah. Cinta kepada Allah mahabbatullah adalah cinta kepada Sang Kekasih yang ditandai dengan tiga ciri utama, yaitu memiliki kepatuhan kepada-Nya selaku Kekasih sejati yang disertai dengan membenci segala bentuk sikap yang melawan kepada-Nya, menyerahkan diri secara total kepada-Nya, dan mengosongkan hati dari segala hal kecuali hanya Dia. Karena itu, di sini penulis ingin mengajak pembaca ikut terhanyut dalam nyanyian Syair cinta dari ketiga sufi ini, yaitu Nyanyian cinta Rabi’ah Al-Adawiyah Rabiah Al-Adawiah adalah satu-satunya sufi dari kalangan wanita yang namanya sampai hari ini terus dikenang. Nama lengkapnya adalah Ummul Khair Rabi’ah binti Ismail Al-Adawiyah al-Qissiyah. Ia dilahirkan di Bashrah sekitar tahun 95 H/713 M. Selama hidupnya ia tidak pernah menikah lantaran seluruh cintanya dipersembahkan untuk Allah SWT, semata. Lihatlah syair-syair cinta yang disenandungkannya berikut ini “Aku cinta kepada-Mu dengan dua cinta cinta asmara dan cinta Haq buat-Mu cinta asmaraku adalah sibuk dengan-Mu dan melupakan yang lain adapun cinta yang haq yaitu Kau singkapkan tabir penuntunku hingga aku bisa melihat-Mu.” Dalam bait syairnya yang lain, “Ku cinta Engkau lantaran aku cinta lantaran Engkau patut dicinta cintaku lah yang membuat rindu pada-Mu demi cinta suci ini bukalah tabir penutup tatapan sembahku janganlah Engkau puji aku lantaran itu bagi-Mu segala puji itu.” Nyanyian cinta abu Manshur Al-Hallaj Nama lengkapnya adalah Abu Al-Mughits Al-Husain Ibnu Mansyur Ibnu Muhammad Al-Baidhawi. Ia dilahirkan di negeri Baidha’, salah satu kota kecil di Negeri Persia pada tahun 244 H 858 M dan dewasa di Kota Wasith, dekat Baghdad. Al-Hallaj memandang Tuhannya seumpanya kekasih yang penuh pesona, dan karena itu ia tidak ingin berpisah dengan-Nya. Lihatlah bagaimana Al-Hallaj mengungkapkan bara rindunya dalam senandung syairnya berikut ini “Aku tak kan serahkan jiwaku kesakitan aku hanya tahu bahwa mautlah yang menyembuhkannya satu pandangan dari-Mu wahai zat yang idam-idamkan aku lebih senang mencintai-Mu daripada dunia dan seluruh isinya jiwa yang meredam cinta senantiasa sabar menahan derita sakit semoga menjemput Dia sendiri yang mengobatinya.” Nyanyian cinta Jalaluddin Rumi Nama lengkapnya adalah Jalaluddin Muhammad Ibnu Muhammad Al-Bakhali al-Kunuwi. Lahir di kota Balkh Khurasan, yang dikenal saat ini sebagai Afganistan, pada 6 Rabi’ul Awal 604 H. Adapun Balkh, adalah salah satu kota penting, pusat intelektual dan kebudayaan Persia pada Dinasti Khawarizmi. Dinasti Khawarizmi merupakan dinasti yang berkuasa dengan ibu kota Bukhara saat itu. Rumi adalah sosok yang benar-benar dimabuk cinta oleh keindahan Sang Pemilik Cinta, sehingga di pusara Jalaluddin Rumi terdapat lukisan cinta kepada Sang Ilahi. “Mana yang lebi berharga Kerumunan beribu orang atau kesendirian sejatimu? Kebebasan atau kuasa atas seluruh negeri? Sejenak, sendiri dalam bilikmu akan terbukti lebih berharga dari pada segala hal lain yang mungkin kau terima Oh Tuhan Telah kutemukan cinta Betapa menakjubkan, betapa hebat, betapa indahnya!.. Kuhanturkan puja-puji bagi gairah yang bangkit Dan menghiasi alam semesta ini maupun segala yang ada di dalamnya! Ketika engkau merasa bergairah cari tahu sebabnya Itulah tamu yang takkan pernah kau selami dua kali Adakalanya dengan tujuan menolong Dia membuat kita sengsara tapi kepiluan hati demi Dia Membawa kebahagiaan Senyum akan datang, sesudah air mata Siapa paun yang meramalkan ini adalah hamba yang diberkati Tuhan Dimana pun air mengalir, hidup akan makmur Dimana pun air mata berderai, Rahmat Ilahi diperlihatkan Pilihlah cinta. Ya, cinta! Tanpa manisnya cinta, hidup ini adalah beban Tentu engkau telah merasakannya hati yang kacau Tak dapatkan kesenangan hidup dalam kebohongan. Air dan minyak tak dapat menyalakan cahaya. Hanya perkataan yang benar membawa kesenangan hidup Kebenaran adalah umpan yang sangat memikat hati Pergilah ke pangkuan Tuhan, Dan, Tuhan akan memelukmu dan menciummu, dan menunjukkan Bahwa Dia tidak akan membiarkanmu lari dari Nya Ia akan menyimpan hatimu dalam hati Nya Siang dan malam Kesabaranmu mati pada malam ketika Cinta lahir! Dari anggur cinta, tuhan menciptakanku! Barangsiapa menjadi mangsa cinta, mana mungkin dia menjadi mangsa sang maut? Hari perpisahan lebih panjang dari pada Hari Kebangkitan Dan, maut lebih cantik daripada derita perpisahan Aku boleh mati, tetapi gairahku kepada-Mu takkan pernah mati Telah kupalingkan hatiku dari dunia dan segala kesenangannya Kau dan hatiku bukanlah dua wujud yang berpisah Dan, tak pernah kelopak mataku menutup di dalam lelap Kecuali kutemukan Kau antara mata dan bulu mataku Mereka tahu pasti bahwa aku sedang jatuh cinta Tetapi mereka tak tahu siapa yang kucintai Hatiku mencintaimu sepanjang hidupku, dan ketika aku mati Maka tulang-tulangku, kendati hancur, mencintai Mu dalam debu Hari ini aku lupa sembahyang karena cintaku yang meluap-luap Dan aku tak tahu lagi pagi atau malamkah sekarang Karena ingatak kepada Mu, wahai Tuhan, adalah makanan dan minumanku Dan, wajah-Mu, saat aku melihat-Nya, adalah obat penderitaanku Aku adalah Dia yang kucintai dan Dia yang kucintai adalah aku.” Editor nurul Liza Nasution - Advertisement -
Adapunsyair agama ini terbagi menjadi 4 jenis, yaitu syair ajaran islam, syair nasihat, syair sufi, dan syair riwayat nabi. Syair umumnya berisi tentang dongeng, cerita, petuah, dan nasihat. Melimpahkan rahmat siang dan malam kepada segala mukmin dan islam. 3. Syair Panji.
Image from terhipnotis akan bagus karangan kalangan pecinta syair, pecinta sastra dan kalangan sejarawan islam. Nama sang legendaris ini mungkin tak asing lagi. Tak jarangpun membaca syairnya saja membuat orang hingga beliau?Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri Jalaluddin Rumi atau sering pula disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh sekarang Afganistan pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 yang dikutip dari ayahnya masih keturunan Abu Bakar, bernama Bahauddin Walad. Sedang ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi seorang cendekia yang saleh, mistikus yang berpandangan ke depan, seorang guru yang terkenal di Rumi berusia 3 tahun karena adanya bentrok di kerajaan maka keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan. Dari sana Rumi dibawa pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan alhi matematika Omar juga Keistimewaan Syekh Abdul Qodir Jaelani, Hingga Membuat Raja Iblis Takut dan TundukDi kota ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah pengungsi ini kelak akan masyhur yang akan menyalakan api gairah Ketuhanan. Kumpulan puisi Rumi yang terkenal bernama al-Matsnawi al-Maknawi konon adalah sebuah revolusi terhadap Ilmu Kalam yang kehilangan semangat dan juga mengkritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan rasio. Diakui, bahwa puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan para sufi penyair lainnya. Melalui puisi-puisinya Rumi menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta, bukan semata-mata lewat kerja puisinya Rumi juga menyampaikan bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai. Ciri khas lain yang membedakan puisi Rumi dengan karya sufi penyair lain adalah seringnya ia memulai puisinya dengan menggunakan hal ini bukan dimaksud ia ingin menulis puisi naratif. Kisah-kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan pikiran dan ide. Banyak dijumpai berbagai kisah dalam satu puisi Rumi yang tampaknya berlainan namun nyatanya memiliki kesejajaran makna tokoh sejarah yang ia tampilkan bukan dalam maksud kesejarahan, namun ia menampilkannya sebagai imaji-imaji simbolik. Tokoh-tokoh semisal Yusuf, Musa, Yakub, Isa dan lain-lain ia tampilkan sebagai lambang dari keindahan jiwa yang mencapai ma'rifat. Dan memang tokoh-tokoh tersebut terkenal sebagai pribadi yang diliputi oleh cinta ada makhluk hidup didunia ini yang kekal, dan semuanya pasti akan kembali kepada-Nya. Pada tanggal 5 Jumadil Akhir 672 H atau 17 Desember 1273 dalam usia 68 tahun Rumi dipanggil ke jenazahnya hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-desakan ingin mengantarkan kepulangannya. Malam wafatnya beliau dikenal sebagai Sebul Arus Malam Penyatuan. Sampai sekarang para pengikut Thariqat Maulawiyah masih memperingati tanggal itu sebagai hari wafatnya juga Mukjizat Nabi Isa, Hidupkan Orang Mati, Sembuhkan Segala Penyakit, Hingga Turunkan Makanan dari Langit7 Nasihat Maulana Jalaludin Rumi Agar Hidup Menjadi Lebih BaikJalaluddin Rumi adalah seorang Sufi asal Turki yang memiliki banyak karya tentang kehidupan dan cinta. Karyanya tentang syair-syair dan puisi yang menyentuh menjadikan Ia sebagai Sufi yang sangat terkenal. Dalam karya-karyanya Jalaluddin selalu memberikan nasehat tentang kehidupan kepada siapa saja yang ingin merasakan hidup lebih Dalam Hal Kedermawanan dan Menolong Orang, Jadilah Seperti SungaiDalam hal kedermawanaan dan membantu orang lain jadilah seperti sungai yang terus mengalir tiada henti tanpa mengharap kembali. Bukankah satu kebaikan yang kita tanamkan akan menjadi sebuah pohon sebuah pohon kebaikan tersebut akan muncul buah kebaikan yang tak terhitung jumlahnya. Artinya bahwa satu kebaikan yang kita lakukan, Tuhan akan balas dengan kebaikan yang berlipat ganda apalagi jika kebaikan yang terus menerus Dalam Kasih Sayang dan Berkah Jadilah Seperti MatahariSebuah syair dari karya jalaluddin rumi yang terkenal adalahMaknanya adalah bahwa hidup ini hanya persinggahan jangan tinggalkan kebencian tetapi tanamkan cinta sebanyak-banyaknya untuk orang-orang disekitar kita. Berikan kehangatan kepada siapa saja tanpa diskriminasi. Bukankah setiap manusia tidak suka akan Dalam Menutupi Aib Orang, Jadilah Seperti MalamMalam yang gelap membuat manusia tak bisa melihat apapun, ini menjadi perumpamaan bahwa sebagai manusia harus menutupi aib yang diamanatkan untuk menyimpan sebuah rahasia harus mampu menjadi seperti malam yang menutup rapat tanpa pernah Dalam Keadaan Marah dan Murka Jadilah Seperti Orang MatiKetahuilah, bahwasanya marah itu seperti bara api dalam hati manusia yang bisa saja membinasakan diri sendiri. Hal ini dapat terlihat dari merahnya kedua mata dan tegangnya urat darah di leher orang yang sedang dikuasai kemarahan bukanlah sebuah perkara yang mudah oleh sebab itu cara yang paling ampuh adalah diam. Karena keputusan apapun yang diambil dalam marah bisa saja adalah keputusan yang juga Keistimewaan Ali bin Abi Thalib, Dijamin Masuk Surga dan Disebut Sebagai Gerbangnya Ilmu5. Dalam Hal Kesederhanaan dan Kerendahhatian jadilah Seperti BumiBumi selalu menempatkan dirinya dibawah meskipun terkadang ia lebih baik dari langit. Sebagai manusia biasa yang penuh kekurangan maka tidak ada hal yang dapat kita sombongan termasuk ilmu yang kita ada 3 tingkatan orang berilmu yaitu Pertama, orang berilmu yang dengan ilmunya menjadikan orang itu merasa pintar. Kedua, orang berilmu yang dengan ilmunya menjadikan seseorang itu disukai Allah dan dicintai orang tawadu.Terakhir orang berilmu yang dengan ilmunya menjadikan dirinya semakin tidak tahu apa-apa”. Artinya bahwa kerendahan hati seseorang dapat dicapai salah satunya dengan ilmu. Jadilah manusia yang penuh kerendahan hati kareana tuhan tidak menyukai sifat Dalam Hal Toleransi Jadilah Seperti LautHidup dengan keberagam menuntut seseorang harus bisa saling menghargai satu sama lain. Jadilah seperti laut yang mempunyai sifat lapang dan siap menampung setiap pandangan-pandangan jadikan perbedaan menjadi alat pemecah belah tetapi jadikan perbedaan ini sebagai sebuah alat pemersatu caranya adalah dengan toleransi. Jadikanlah perbedaan yang ada sebagai penambah khasanah ilmu pengetahuan, tetapi tetapkan dalam diri mana yang menjadi pilihan kita dan menghormati setiap keputusan orang Tampilah Seperti diri sejatimu, atau Jadilah Seperti TampilanmuHiduplah dengan penuh kejujuran dengan menampilkan jati diri dengan apa adanya. Pada dasarnya kejujuran merupakan kunci bagi seseorang jika ingin dipercaya. Setiap rejeki yang dihasilkan dari kejujuran pastilah akan menjadi energi positif yang menghadirkan kebahagian dan kedamaian dalam jiwa. Karena hidup jujur itu menyehatkan, pikiran dan emosi akan selalu berada dalam zona yang ulasan singkat mengenai Syekh Jalaludin Rumi, semoga kita selalu mendapatkan barokah ilmu dari beliau. Wallahu a'lam. islam
. 278 112 241 111 209 269 203 223